Pages

11.9.11

Pottermore; How to Live With Love

Mengilas sedikit tentang Pottermore. Dari dunia Harry Potter yang saya jelajahi di halaman web tersebut banyak pelajaran yang dengan nyata saya tampung; dari mulai yang sudah teraplikasikan, yang sudah diketahui tapi belum teraplikasikan, sampai yang sama sekali belum saya ketahui.

Terima kasih Jo, akhirnya asrama impian saya benar-benar terasa nyata sekarang. Tempat di mana kejujuran, pengorbanan, dan cinta selalu menjadi faktor paling utama untuk menghadapi semua hal; yang baik dan yang buruk .

Beberapa site yang kurang menyediakan pertanyaan yang cukup untuk menerangkan kepribadian kompleks seseorang selalu menempatkan saya di Asrama Hufflepuff, kemudian Ravenclaw, kemudian Gryffindor. Kuis di site-site tersebut kebanyakan memberikan pertanyaan yang terlihat jelas di kasat mata semata tanpa mempertimbangkan sisi psikologis dan kepribadian orang tersebut. Seperti yang Topi Seleksi dendangkan;

".....................
Mungkin kau sesuai untuk Gryffindor,
Tempat berkumpul mereka yang berhati berani dan jujur,
Keberanian, keuletan, dan kepahlawanan mereka
Membuat nama Gryffindor masyhur;
Mungkin juga Hufflepuff lah tempatmu,
Bersama mereka yang adil dan setia,
Penghuni Hufflepuff sabar dan loyal
Kerja keras bukan beban bagi mereka;
Atau siapa tahu di Ravenclaw,
Kalau kau cerdas dan mau belajar,
Ini tempat para bijak dan cendikia,
Ajang berkumpul mereka yang pintar;
Atau bisa juga di Slytherin
Kau menemukan teman sehati,
Orang-orang licik ini menggunakan segala cara
Untuk mendapatkan kepuasan pribadi
..................."

Ini adalah halaman web yang menyediakan kuis terbaik penyeleksian asrama dari sekian banyak kuis lainnya http://quizfarm.com/quizzes/new/Cotillion/harry-potter-sorting-hat-quiz-indepth/. Tentunya saya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tanpa rekayasa untuk hasil paling akurat. Hasilnya, 82% Gryffindor, 61% Ravenclaw, 52% Hufflepuff, dan 28% Slytherin. Ternyata, Jo pun menempatkan saya di Asrama Gryffindor setelah saya menjawab pertanyaan-pertanyaan psikologis yang disediakan dalam bentuk pilihan gambar (pilihan seperti itu akan lebih memancing penjawab memilih pilihan yang paling sesuai dengan keadaannya saat ini tanpa ingin memilih jawaban yang dianggap paling benar).


Masih ingat di film ke-7 bagian kedua ketika Harry, Ron, dan Hermione masuk ke ruang kebutuhan atas petunjuk Helena Ravenclaw, anak dari Rowena Ravenclaw, untuk mencari diadem Ravenclaw yang dicuri Voldemort untuk menyimpan serpihan jiwanya (horcrux)? Ya, tiba-tiba Draco dan kedua pengikut setianya datang untuk mengambil tongkatnya yang masih berada di tangan Harry. Karena Harry tidak juga mengembalikan tongkat Draco, terjadilah kejar-kejaran antara Ron, yang berusaha mengalihkan perhatian Draco dari Harry,  dan Draco. Karena niat buruk dan rasa dendamnya terhadap Harry, Draco selalu ingin menempatkan Harry dalam bahaya, bahkan mengirimnya pada kematian. Kejar-kejaran tersebut berakhir dengan sebuah kebakaran di ruang kebutuhan yang disebabkan oleh sahabat setia Draco. Melihat Draco dan Goyle yang terjebak dalam  "senjatanya" sendiri, tanpa berpikir panjang Harry menyelamatkan orang yang sangat membencinya tersebut dari sebuah api dahsyat yang hampir melahapnya menuju kematian. Ron dan Hermione pun lantas menyetujui keputusan Harry untuk meloloskan Draco.

Bagian cerita di ruang kebutuhan tersebut merupakan salah satu dari banyak contoh kejiwa-satriaan seorang Gryffindor. Dari apa yang Harry lakukan kepada Draco di ruang kebutuhan tersebut menyimpulkan bahwa Harry dan semua sahabatnya tak pernah menyimpan nama Draco dalam daftar musuh. Jelas, Draco memang menganggap Harry sebagai musuh, itulah mengapa ia selalu ingin menempatkan Harry dalam bahaya yang juga akan meneruskan Harry kepada kematian. Tapi tidak dengan Harry.


Mereka yang telah diseleksi sang Topi sebagai seorang Gryffindor selalu memiliki hati berani yang jujur. Hati yang berani bukan berarti berkecenderungan untuk mendukung rasa kesal atau marah terhadap pembenci, tapi bagaimana untuk berani melawan marah demi sebuah kejujuran dan kebenaran. Bagaimana bisa seorang Gryffindor melontarkan mantra kutukan kepada orang yang membencinya, atau bahkan melakukan hal yang kurang berkenan bagi sang pembenci? Untuk berniat seperti itu pun bahkan tidak terpikir sama sekali. Seorang Gryffindor akan melawan dan membela diri jika dihadapi langsung, terlebih jika itu juga akan membahayakan orang-orang yang dicintainya. Demi menyelamatkan mereka dari bahaya, diri sendiri pun tak ragu untuk dijadikan korban. Tapi satu hal yang tidak akan dilakukan seorang Gryffindor, yaitu merugikan atau mencelakakan mereka yang membencinya. Rasa kesal dan marah pasti ada, tapi Gryffindor bukan pendendam yang suka menghancurkan kehidupan orang lain.

Kesetiaan, kejujuran, pengorbanan, persahabatan, dan cinta selalu mewarnai kehidupan orang yang bertempat di Asrama Gryffindor, ketika Hufflepuff sibuk membangun diri untuk tetap adil dan bekerja keras mencapai target, ketika Ravenclaw berputar-putar menganalisis dan bereksperimen segala hal dengan proses yang ilmiah serta terorganisir dengan baik, ketika Slytherin selalu berusaha mencapai kejayaan dan kekuasaan dengan ambisi tinggi sehingga melegalkan cara-cara yang salah (menyimpan dendam, mengutuk, memfitnah, menghina, menjatuhkan, membunuh, dll). Sebaik apapun tujuannya, cara salah tidak akan pernah mengindahkan kehidupan. Voldemort selalu mengutuk Harry yang memiliki begitu banyak orang di sisinya yang begitu mencintainya, setia membantunya, dan rela berkorban untuk menyelamatkannya dari sejumlah serangan maut. Itu yang tak pernah didapatkan oleh Tom Riddle kecil (sehingga keburukan hatinya tumbuh subur dan menggiringnya menjadi seorang Voldemort, penyihir berkekuatan hebat dengan hati yang begitu lemah). Ia tidak pernah mendapatkan cinta sepanjang hidupnya. Pengikut-pengikutnya yang terlihat setia pun sebenarnya tak pernah benar-benar tulus mendukungnya, mereka hanya menyimpan niat tersembunyi untuk mendapatkan sebagian kekuatan dari Lord Voldemort, terutama supaya kehidupan mereka aman tanpa diancam serangan-serangan maut. Saya teringat kutipan dari film My Name is Khan, “Mom said, there are only two kinds of people in this world — people who do good and people who do bad.”
Dan Jo merupakan salah satu penulis yang menggambarkan kedua macam orang tersebut dengan sangat kontras.


Bagaimana dengan Anda? Sekilas terasa, kita begitu pantas memasuki salah satu dari tiga asrama paling baik, dan mengabaikan satu asrama terakhir, Slytherin. Anda mungkin saja bisa merekayasa pilihan jawaban Anda serapi mungkin di kuis penyeleksian asrama yang saya link tadi. Atau mungkin, Anda kurang berintrospeksi sehingga memilih jawaban yang terlihat paling benar, juga supaya bisa masuk asrama terbaik. Karena kita hidup di dunia nyata, sekarang, ibaratkan Topi Seleksi itu adalah Tuhan, yang tidak bisa  ditipu dengan berbagai ocehan atau pikiran yang diucapkan seindah mungkin. Maka, asrama manakah yang paling bisa menerima Anda?

Godric Gryffindor, yang menerima si jujur dan berani?
Helga Hufflepuff, yang menerima si bijak dan pekerja keras?
Rowena Ravenclaw, yang menerima si cendikia nan kreatif?
Atau mungkin..... Salazar Slytherin, yang sangat gembira menerima si pendendam yang licik dan picik?



Enjoy it, Fellas! :)
Semoga bisa jadi ajang berintrospeksi.

1 comment:

  1. yeah yeah, here you go, another Slytherin-bashing post. I know Gryffindor is great and all, but can you do me a favour and stop thinking so highly of your house? Do you really think all of the bad traits are belong to Slytherin only?
    "...begitu pantas memasuki salah satu dari tiga asrama paling baik..." wow, a bit arrogant, don't you think? but wait, isn't that what you Gryffindor really are?
    Welp, sorry, not trying to pick a fight or something, just voicing my thought you know. And next time please see things from different perspectives, that would make everything easier.
    Other than that, nice post!

    ReplyDelete