Pages

11.11.11

Aku dan Matematika; Ini Baru Permulaan

Seketika aku terkenang masa lalu. Bagaimana aku mulai mencintai sekumpulan angka-angka yang ternyata punya maksud lain di dalamnya. Dulunya aku benci matematika, sama sekali. Prestasi terbesar yang pernah kudapat sebelum tragedi percintaan terhadap matematika itu terjadi hanya nilai 6 di ujian caturwulan akhir. Tidak lebih. Aku lupa sudah berapa kali ibu memarahiku karena nilai-nilai rendah itu.
Percaya atau tidak, semasa SMP, aku terlebih dahulu mahir di bidang rajanya ilmu eksakta ini sebelum menyukainya. Ada terlalu banyak hal yang tak perlu kuceritakan di sini tentang bagaimana aku memulai semuanya. Ceritanya terlalu panjang, bercabang, juga terlalu berbelit-belit. Di waktu itulah aku mulai mengenal maksud si matematika, kira-kira di tahun kedua SMP. Keterampilanku akan matematika semakin terasah karena aku sering dilatih untuk mengerjakan berbagai soal rumit yang terkadang perlu untuk bertapa semalaman terlebih dahulu demi menemukan jawaban yang paling tepat. Ya, aku memang mampu. Aku bisa mengalahkan semua teman sekelas dan hanya bersaing dengan satu-satunya anak di kelasku, dia yang selalu menduduki peringkat teratas di kelasku, bahkan dari seluruh anak seangkatan. Tapi tetap saja aku belum suka, belum mampu menyukai matematika semampu aku menyelesaikan bermacam-macam bentuk soalnya.
Aku rasa, di tahun ketigalah semuanya mulai terasa menyenangkan. Aku bisa menyukainya. Ya, aku semakin menyukai matematika. Sebenarnya, tanpa tahu sejauh apa sang raja eksak itu menguasai ilmu sains. Aku hanya bisa dan suka, yang berarti hanya mengenal permukaan luarnya saja, dan tidak menyelami apa yang ada di dasarnya, di lubang-lubang besar yang menempel pada dasarnya, dan di sela-sela lubang terkecil pada lubang-lubang besar itu.
Dengan pengetahuanku yang amat-sangat terbatas tentang matematika,  aku sanggup menuntaskan beberapa soal olimpiade (meskipun hanya sebagian kecil saja). Aku mampu lolos seleksi LCTM –  Lomba Cepat Tepat Matematika di SMAN 1 Sumedang pada tahun 2009 (tentu saja berkat kerja sama yang baik dengan teman sekelompokku yang juga mahir bermatematika). Lolosnya seleksi itu membawa kami ke dua tahap selanjutnya, dan ke tiga tahap selanjutnya bagi tim anak laki-laki SMP AL-Ma’soem. Tapi sayang, kami semua gugur pada akhirnya. Selain itu, grup kami pun pernah menggondol dua piala (juara I dan juara II di KLCCM – Kegiatan Kontes dan Lomba Cerdas Cermat Matematika di UIN Sunan Gunung Djati pada 21 Mei 2009), beserta piala bergilir bagi juara pertamanya (tim anak laki-laki SMP AL-Ma’soem).
Teringat kembali bagaimana lomba-lomba itu diselenggarakan. Dari pagi hingga malam. Ketegangan yang berkelanjutan. Doa dan dzikir yang tak putus-putusnya terlantunkan. Kertas yang semakin penuh coretan saat menunggu giliran. Aaah… masih terasa jelas aromanya. Satu soal terakhir yang berhasil terjawab oleh tim kami sendiri –yang pada putaran final akhirnya kami bertemu untuk dipertandingkan kembali sebagai lawan– karena nilai akhir kedua tim kami sama.
Kenangan. Masa-masa itu memang hanya permulaan. Seseorang telah membuatku mahir terlebih dahulu dalam mengerjakan soal matematika meskipun aku tidak suka. Hingga saatnya tiba, aku mulai suka matematika. Kemudian aku benar-benar menyukainya, si raja eksakta cerdik yang berwilayah kekuasaan luas!


(Bersambung)




Fathia Ramadina, 11 November 2011

2 comments:

  1. Wah... kalo ada raja... berarti ada ratunya dong... siapa ratunya...?!!! :D

    ReplyDelete
  2. permulaan yang dramatis, hingga akhirnya berproses lebih dramatis dari itu. aku tak habis pikir, bagaimana akhirnya nanti. semoga kecintaannya pada sang raja tidak habis-habis, selalu beraroma sama seperti di awal, bahkan bertambah. bravo! :)

    ReplyDelete