Akhirnya tanggal 4 Maret tiba juga setelah menunggu kurang lebih satu bulan sejak diumumkannya jadwal Seminar Motivasi dan Sosialisasi ITB oleh kakak-kakak kru AMI (Aku Masuk ITB). Pukul 7.34 tepatnya ketika saya bertemu keempat kawan satu sekolah yang sudah lebih dulu sampai di Kampus Ganesa ini. Pagi itu kami semua benar-benar kebingungan di mana seminar ini akan berlangsung. Sampai akhirnya kami berhasil menemukan “Aula Barat ITB” pada pukul 8.14 dan beruntung masih mendapatkan kursi yang hanya tersedia 500 buah itu setelah mengantre sekitar 45 menit. Saya memperhatikan sekeliling, terlihat sangat rapi dan kondusif. Senang rasanya bisa kembali menjadi partisipan di kampus impian dalam setiap acara berbeda yang diadakan para mahasiswanya.
Sekitar pukul 9.12 tepatnya acara seminar sosialisasi ini dimulai. Acara ini dibuka oleh Kak Adit dengan yell: “Adik-adik...” yang disahut “siap!” dan “ITB!” yang dijawab “Aku BISA!!!” sambil mengepalkan tangan ke atas, menandakan keoptimisan setiap peserta seminar yang datang pagi itu. Cara yang cukup menghangatkan suasana yang masih dingin. Setelah otot-otot ketegangan merenggang, tanpa basa-basi pembawa acara mempersilakan Kak Tizar, Presiden Keluarga Mahasiswa ITB, untuk menyampaikan pidato sambutannya. Persis seperti yang sering dibicarakan mayoritas orang, mahasiswa ITB itu kalau berbicara selalu mencakup hal-hal tinggi. Dalam arti lain, selalu berbicara cakupan bangsa dan negara, bukan lagi cakupan komunitas sendiri. Ya, itulah inti pidato Kak Tizar pagi itu. Sangat nasionalis dan bercita-cita tinggi. Ia menyampaikan bahwa setiap individu di komunitas ITB ini punya tanggung jawab besar untuk berkontribusi baik di negara ini. Maka, siapapun yang berkeinginan menjadi bagian dari komunitas ITB, harus siap pula memanggul tanggung jawab besar itu kelak. Pidato yang sederhana namun berpengharapan kuat, memotivasi dan menanamkan rasa tanggung jawab yang besar pula pada saya walaupun saya masih belum menjadi salah satu dari mereka. Pidato sambutan itu ditutup dengan tepukan meriah semua yang berada di Aula Barat.
Di seminar kali ini, pihak panitia menyediakan satu pembawa acara untuk keseluruhan acara dan satu moderator untuk setiap pembicara. Untuk pembicara pertama, Kak Adit memanggil rekannya, Kang Mukti untuk menggantikan posisinya di atas panggung dan untuk mengendalikan acara. Suasana yang mulai kembali dingin dihangatkan lagi dengan dua yell dan sapaan Kang Mukti kepada siswa-siswa SMA dari beberapa daerah. Setelah disapa satu persatu, ternyata yang hadir sejak tadi pagi bukan hanya siswa dari Jawa Barat, atau bahkan dari Bandung saja. Mereka yang tinggal di pulau selain Jawa pun tak kalah semangat untuk datang dan menghadiri seminar penting di kampus impian bersama ini. Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi merupakan daerah-daerah di mana calon-calon maba ITB yang penuh semangat itu berdomisili. Setelah sapa-menyapa, Kak Mukti langsung memanggil pembicara pertama, Dr. Eng. Yuli Setyo Indartono. Beliau merupakan Kasubdit Penjaringan Mahasiswa ITB sekaligus dosen yang akan menjelaskan mengenai penerimaan mahasiswa baru ITB 2012. Sama seperti apa yang Kak Tizar singgung pada sesi sebelumnya, Pak Yuli juga berkata bahwa mahasiswa ITB itu harus bermanfaat bagi Indonesia, bahkan dunia. Apa yang diterangkan Pak Yuli siang itu sangat rinci, dan saya berharap tidak ada lagi siswa, atau bahkan guru BK yang masih salah beranggapan tentang ITB. Biasanya, kesalahan anggapan tersebut adalah:
1. ITB mahal.
Tidak! ITB itu punya banyak simpanan dana untuk mensubsidi mahasiswanya yang kurang mampu dalam hal keuangan. 0% drop out karena masalah kekurangan biaya! Yang terpenting itu bagaimana cara untuk berhasil lulus masuk ITB dan tetap menjadi yang terbaik di sini supaya banyak beasiswa diraih.
2. ITB tidak terima maba dari jalur undangan.
Mungkin kebanyakan orang beranggapan bahwa SNMPTN itu hanya jalur tulis saja. Padahal, SNMPTN itu terbagi dua, yaitu SNMPTN Undangan dan SNMPTN Tulis. Khusus ITB, dimulai tahun 2011 lalu hanya menerima mahasiswa baru 100% dari jalur SNMPTN (undangan dan tulis) dan tidak lagi membuka jalur mandiri maupun program kemitraan nusantara. Perincian prosentase jalur SNMPTN tersebut adalah 60% dari jalur undangan dan 40% dari jalur tulis. Kecuali FSRD yang hanya menerima 20% calon mahasiswa barunya dari jalur undangan. Sebab, akan sangat sulit mengukur bakat seni seseorang hanya lewat nilai mata pelajaran yang di ujian nasionalkan.
3. Kenapa hanya mencantumkan fakultas, bukan prodi?
Karena di ITB itu ada TPB, di mana para mahasiswa baru belajar materi yang sama selama satu tahun dan kembali berkompetisi dengan rekan sefakultasnya untuk memilih program studi pada tahun berikutnya. Jadi, kita harus bisa tembus fakultas terlebih dahulu sebelum memilih program studi tertentu.
4. ITB pindah ke Jatinangor?
Tidak semua fakultasnya yang pindah, pun tidak ada satupun fakultas yang dipindahkan ke Jatinangor. Di Kampus Jatinangor ini, ITB membuka dua program studi baru yang merupakan bagian dari SITH, yaitu Rekayasa Pertanian dan Rekayasa Kehutanan. Alasannya adalah karena Kampus Ganesa sudah terlalu padat mahasiswa dan lingkungan di Jatinangor lebih mendukung proses perkuliahan dua prodi tersebut. Kampus ITB Jatinangor ini berlokasi di Jl. Winaya Mukti no. 1, Jatinangor.
Saya rasa, itulah inti terpenting dari penjelasan Pak Yuli siang itu. Penjelasan Pak Yuli diakhiri setelah beliau menjawab pertanyaan terakhir bahwa metode penilaian untuk jalur undangan itu rahasia.
Kak Mukti lagi-lagi beryell-yell untuk mencairkan suasana yang menegang setelah 1 jam penuh duduk manis mendengarkan penjelasan Pak Yuli. Kemudian Kak Adit naik panggung dan mengajak serta Kak Tizar untuk bergabung bersama di atas panggung. Ternyata mereka berencana mengajak kami semua melakukan bodywave. “DI ITB tuh bakal sering bodywave, supaya nantinya kalian terbiasa,” kata Kak Adit. Instruksinya: dari ujung sampai ke ujung melakukan bodywave sambil berteriak “Aku Masuk ITB!!!” Then I whispered, “what a cool thing being in here, being one of them.” Merinding rasanya diajak melakukan apa yang menjadi tradisi para mahasiswanya.
Pelemasan yang lumayan menguras tenaga, tapi sangat asyik. Saat itu jam menunjukkan pukul 11.00 dan moderator berikutnya adalah Kak Ihwan. Kali ini akan ada dua pembicara yang akan membahas tentang beasiswa-beasiswa di ITB yaitu Dr. Eng. Sandro Mihradi (dari Lembaga Kemahasiswaan ITB) dan Kak Darmadi (Ketua Forum Penerima Beasiswa Bidikmisi di ITB). Pak Sandro menjelaskan berbagai macam beasiswa di ITB yang akan selalu tersedia sampai kapanpun dan untuk siapapun. Beliau berkata, “jangan sampai ada mahasiswa ITB yang berpotensi tapi malah berhalangan karena masalah biaya.” Cerita tentang pengalaman Kak Darmadi pun sangat menginspirasi! Kak Darmadi berkata dengan tegas, “modal saya: BERANI BERMIMPI! Masalah biaya gak perlu dipikirin. Yang perlu dipikirin tuh gimana caranya kita bisa lulus dan sekolah di tempat terbaik. Biaya tuh bisa nyusul, pasti akan ada yang mau bantu.” Jadi, bagi teman-teman yang masih khawatir tentang masalah biaya perkuliahan, mulai saat ini jangan lagi terlalu membesar-besarkan masalah biaya. Toh, kalau kita pintar, akan banyak lembaga yang mau menawarkan berbagai macam beasiswa pada kita hingga akhirnya semua masalah biaya terselesaikan. Simple, isn’t it? “ITB mahal...? ENGGA! ENGGA! ENGGA!”
Acara terakhir yaitu motivasi yang disampaikan oleh Bapak Houtman Zainal Arifin, mantan Vice President Citibank. Moderator kali ini adalah Kak Tito. Pak Houtman membuka cerita panjangnya itu dengan menyapa semua hadirin dengan sebutan Generasi Emas Indonesia. Sederet frase yang penuh harapan dan membakar setiap sumbu mimpi-mimpi saya yang terkadang terasa redup. Cerita masa lalu beliau yang pahit mungkin bisa tertutupi oleh kesuksesannya kini. Tapi pelajaran tentang kehidupan yang dialaminya semasa ia menjadi office boy yang sama sekali tidak bisa berbahasa inggris dan pedagang asongan itu akan selalu menjadi fondasi terkuat di hidupnya yang sukses kini. Beliau menitikberatkan obrolannya pada kemampuan beradaptasi dan keberanian diri. Beliau juga bercerita bagaimana seseorang harus tetap saling mengasihi dan tidak melupakan sesama, serta harus punya harga diri untuk tidak diinjak-injak. Satu nama besar yang berulang kali disebut-sebut untuk dijadikan contoh oleh Pak Houtman pada pembicaraan siang itu adalah Soekarno. Pak Houtman berbicara tegas bahwa semua mahasiswa ITB merupakan calon pemimpin bangsa kelak seperti Bung Karno. Bagian tersebut membuat saya benar-benar masuk ke dalam dunia imajinasi saya di mana saya telah menjadi satu dari mereka dan saya ditantang oleh seorang besar yang berpengalaman untuk meluruskan segala sesuatu yang terlanjur salah di negeri ini. Satu kalimat yang paling berkesan bagi anak muda seperti saya yang masih tabu tentang dunia yang lebih luas yaitu, "tidak membenarkan kebiasaan, tapi membiasakan kebenaran." Siang itu berakhir dengan perasaan segar karena serasa dibantu mengobarkan api semangat yang pada waktu-waktu tertentu bisa redup. Terima kasih Pak Houtman atas kata-kata inspiratif Bapak.
Acara di Aula Barat ITB ini selesai pada pukul 1.15 dan disambung dengan menghadiri Education Fair di lapangan basket. Semua stand fakultas ada di sana. Di stand FMIPA, saya bertemu seorang kakak dari jurusan matematika yang kemudian menjelaskan tentang bidang-bidang keahlian di jurusan matematika. Saya bilang, saya kelak akan mengambil bidang keahlian aljabar. Kakak itu dengan cepat menjawab, “wah bagus! Aljabar itu paling dasarnya matematika. Nanti di sana kita bakal belajar gimana caranya membuat password, memisalkan angka-angka ke dalam huruf supaya terjamin kerahasiaannya.” Dalam hati saya yakin ini memang akan menjadi tempat saya berkuliah kelak. Setelah penjelasan singkat itu, saya membeli 3 pin dengan total harga Rp10000 dan 3 sticker dengan total harga Rp4500, menuliskan harapan di kotak harapan, dan ke Masjid Salman untuk shalat dzuhur. Setelah shalat, saya dan keempat kawan saya makan siang di kantin Salman. Saya selalu membayangkan setelah beberapa bulan ke depan ini semua akan menjadi rutinitas saya. Terima kasih calon kakak-kakak senior... Terima kasih banyak atas kesempatan untuk mengenal lebih dalam tentang Kampus Ganesa ini. Tunggu saya beberapa bulan ke depan! :)
oleh Fathia Ramadina, 5 Maret 2012
Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan nama kakak-kakak panitia.
No comments:
Post a Comment